SPESIAL:
Terkait kisruh di internal Arema Indonesia, Lucky Acub Zainal mengeluarkan sebuah tulisan berjudul 'Balada Petani Tua'.
Pendiri Arema Indonesia Lucky Acub Zainal tampaknya juga merasa gerah dengan kisruh yang terjadi di internal manajemen Arema saat ini. Seperti yang diketahui, internal Arema sedang bergejolak setelah ada dua kubu yang ingin membawa investor yang berbeda untuk masuk ke Arema.
Oleh karena itu, Sam Ikul [sapaan Lucky Acub Zainal] membuat sebuah tulisan yang berisikan sindiran halus kepada dua kubu tersebut. Lucky menuliskan cerita mengenai seorang anak bernama Tole dan ayahnya yang mempunyai profesi sebagai petani. Dalam cerita tersebut, sang anak terlihat kebingungan dengan adanya dua kubu yang ingin menguasai Arema.
Dalam tulisan tersebut, Sam Ikul berharap agar semua pihak yang berseteru tidak memikirkan kekuasaan saja, tetapi juga memikirkan nasib dari orang-orang kecil yang memperoleh hidup dari apa yang mereka perebutkan.
Berikut adalah tulisan Lucky Acub Zainal, yang diterima kontributor Malang untuk GOAL.com Indonesia, Aang Kurniawan:
Suatu senja di pertengahan bulan Juni 2011, di sebuah dusun terpencil di kaki gunung semeru, sinar matahari mulai memerah tanda sang matahari akan beristirahat.
Di salah satu rumah, atau lebih tepatnya sebuah gubuk reyot, duduklah seorang petani tua di depan rumahnya, umurnya sekitar 60 tahun, perawakan tubuhnya sedang, kulitnya hitam legam dengan peluh yang masih menetes, duduknya santai sembari menghisap sebatang rokok klobot yang dia miliki. Dihisapnya dalam-dalam rokok itu, sambil merasakan indahnya alam senja, dari kejauhan seorang anak kecil berlari menghampirinya, anak itu masih mengenakan seragam sekolahnya yang lusuh karena sudah beberapa hari dipakainya tanpa dicuci, dan sepatu hitam dan kaus kakinya yang sudah molor turun hingga mata kaki karena hanya itu satu-satunya kaus kaki yang dia punya, dari kejauhan anak kecil itu berseru "PAAAK!! BAPAAK!! AKU TEKO PAK! [Paaak!! Bapaak!! Saya Datang Pak!]," si anak itu ternyata putra si petani tua dengan cepat menghampiri bapaknya, setibanya di rumah sang anak yang bernama Tole langsung menghampiri bapaknya dan mencium tangan bapaknya itu, kemudian duduk di sebelahnya.
Setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri, mungkin karena sama-sama kelelahan, Tole membuka tasnya yang sudah sobek, ia mengeluarkan beberapa lembar kertas koran terbitan beberapa hari yang lalu dan mulai membacanya dan terjadi dialog antara bapak dan anaknya "Wuih Pak!onok gambare dhuwit uakeh banget,sak mejo! [Wuih Pak! ada gambar uang banyak sekali, satu meja!]" ucap Tole "ckckckc,miliaran lo pak!" lanjut Tole, tapi sang bapak tidak menjawab, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu "OOOOOO, gawe mbayar pemaine AREMA Pak! [Oooo buat membayar pemain Arema Pak!]" ucap Tole menerangkan "Wih, berarti pemaine AREMA iku bayarane akeh yo pak? [Wih, berarti pemain Arema itu bayarannya banyak ya pak?]" tanya Tole ke bapaknya itu, akhirnya sang bapak menjawab "Iyo le [Iya Le]," jawab sang bapak singkat, Tole terus membaca dan membuka lembaran koran lain "Lho Pak, iki onok beritane AREMA maneh! jarene ate dituku Bakrie. Bakrie iku sopo yo Pak? [Loh Pak, ini ada beritanya Arema lagi! Katanya akan dibeli Bakrie. Bakrie itu siapa ya Pak?]," bapaknya pun menjawab "Bapak yo gak weruh Le [Bapak juga tidak tahu Le]," ucap bapak singkat "OOOH!Aku eling pak!iku lho,sing ngebor ing Sidoarjo terus njeblhuk iku lo pak! [OOOH! Saya ingat Pak! Itu lho, yang mengebor di Sidoarjo lalu ambrol itu lho Pak!]," ucap Tole bersemangat "Oooh" lagi-lagi bapaknya hanya menjawab singkat "Sugih iku pak! aku tau moco ning koran jarene pengusaha minyak, tapi aku yo tau moco lek jare AREMA iku yo arep dituku sing jenenge Panigoro [Kaya itu Pak! saya pernah baca di koran katanya pengusaha minyak, tetapi saya juga pernah baca kalau Arema juga akan dibeli oleh yang namanya Panigoro]," ucap Tole "Akeh yo sing arep nduweni AREMA, padahal jarene AREMA kuwi rugi terus [Banyak ya yang ingin memiliki Arema, padahal Arema itu katanya rugi terus]," lanjut Tole agak heran, sang bapak menjawab perlahan "Bapak ora weruh le, wong saiki iki bapak lagi mikiri tandurane bapak nang tegalanmu, bapak sesuk kudu nggolek pupuk soale wis wayahe nggarem (memupuk/memberi pupuk),kok yo kudu mikiri bal-balan senenganmu [Bapak tidak tahu Le, sekarang Bapak lagi memikirkan tanaman di pekaranganmu, Bapak besok harus cari pupuk karena sudah saatnya untuk memupuk, kok harus memikirkan sepakbola kesenangan kamu]," ucap bapaknya pelan "Pak, tapi aku yo pingin nonton AREMA ing Stadion Kanjuruhan kono,pingin ndelok pemain londo-ne sing jenenge Roman Chmelo iku lo pak [Pak, tetapi saya juga ingin melihat Arema di stadion Kanjuruhan sana, ingin melihat pemain asing yang namanya Roman Chmelo itu Pak]," rupanya Tole hafal betul pemain AREMA terutama Roman Chmelo "Hoalah Le,karcise kan yo larang..terus kowe yo numpak opo meronone? adoh lo Le, bapak ora nduwe dhuwit..nontok nang TV Balai Desa ae yo [Oalah Le, tiketnya kan juga mahal..terus kamu naik apa kesananya? Jauh Le, Bapak tidak punya uang...nonton di TV Balai Desa saja ya]," Tole pun hanya terdiam, sesaat kemudian Tole bertanya pada bapaknya "Pak, Pak, kiro-kiro nek dibandingno Bakrie, Panigoro, karo sing duwe dhuwit sak meja mau sugih endi yo pak? [Pak, Pak, kira-kira kalau dibandingkan Bakrie, Panigoro, dan yang punya uang satu meja tadi lebih kaya mana ya pak?]" sang bapak langsung memeluk Tole dan mengelus kepala anaknya dengan penuh kasih sayang sambil berkata dengan lirih "Sugih bapakmu nak! soale bapak nduwe kowe nak! kowe sinau sing sregep lan sekolah sing dhuwur, ben sesuk duwit iso sak mejo! mboh carane bapak golek dhuwit [Lebih kaya Bapak kamu nak! karena Bapak punya kamu nak! Kamu belajar dan sekolah yang tinggi, agar besok uang kamu bisa satu meja! Tidak tahu bagaimana caranya Bapak mencari uang]," sayup-sayup terdengar suara adzan Maghrib "Inggih pak! Amin! [Iya Pak, Amin!]" Tole tersenyum "Ayo nak, wis Maghrib, ndang adus terus sholat maghrib karo kirim Fatihah nang ibumu..[Ayo nak, sudah Maghrib, segera mandi lalu sholat Maghrib dan mengirim Fathihah ke Ibu kamu...]" Mereka pun beranjak masuk ke dalam rumah mereka,meninggalkan kertas koran yang baru dibaca Tole di depan rumah mereka,dan WHUUUUSSSSH angin sore bertiup dan menerbangkan kertas-kertas koran itu,seakan menerbangkan impian sang petani tua ke awang-awang...
Angin malam berhembus menyusup ke dalam rumah seakan ingin bergabung dengan Tole dan bapaknya, Tole yang sedang belajar dengan tekun dibawah sinar lampu teplok didampingi sang bapak yang dengan setia menemani sembari mendengarkan suara wayang yang terdengar dari radio kecilnya "Kowe sinau opo iku Le? [Kamu belajar apa itu Le?]" tanya sang bapak "Sejarah pak" ucap Tole dan terus melanjutkan belajarnya "Ooo, iyo! apik [Ooo, iya! Bagus]" jawab bapak sambil tetap mendengarkan radionya "wayange lakone opo pak? [Wayangnya ceritanya apa pak?]" tanya Tole penasaran "Yo koyok biasane, lanjutane Kurawa karo Pendawa rebutan Ngastina, Kurawa ora gelem ngalah [Ya seperti biasanya, lanjutannya Kurawa dan Pandawa berebut Ngastina, Kurawa tidak mau mengalah]" ucap si bapak menerangkan "Kok malih koyok wong jaman saiki yo pak? [Kok jadi seperti orang jaman sekarang ya Pak?]" ucap Tole heran "Lha yo iku le, Bapak yo heran. Mbok yo mikir rakyat cilik koyok awake dewe.kok ngono, wong perkoro bal-balan ae rebutan kuasa, byuuuuuhh [Itu dia Le, Bapak juga heran. Seharusnya memikirkan rakyat kecil seperti kita ini. Kok malah begitu, masalah sepakbola saja berebut kekuasaan, byuuuuh]" ucap bapak tak kalah heran "Wis, terusno sinaumu ae le, kowe mau wis sholat Isya' durung? [Sudah, lanjutkan belajar kamu saja Le, kamu sudah sholat Isya' belum?]" ucap si bapak "nggih sampun pak [Ya sudah Pak]," balas Tole "Ojo lali Fatihah e nang ibuk lo ya!iku ngono sing ngelairno kowe [Jangan lupa Fathihah ke Ibu ya! Dia itu yang melahirkan kamu]," jawab bapaknya lirih sambil pikirannya melayang mengenang saat-saat kebersamaan mereka sebelum dia dipanggil-Nya. Dia melirik Tole yang belajar dengan serius seakan tidak ingin ada yang mengganggunya untuk meraih cita-cita. Malam pun semakin larut, Tole pun tertidur dengan buku sejarahnya, sedangkan si petani tua tertidur dengan radionya ,dan mereka siap menghadapi esok hari yang berat dan penuh tantangan bagi mereka berdua, tapi semangat dan cita-cita Tole serta bapaknya untuk membuat perjalanan hidup mereka terasa lebih ringan karena mereka yakin Tuhan akan selalu memberi jalan dan tidak akan meninggalkan umatnya.
Oleh : Lucky Acub Zainal, Pendiri Arema
Sumber :Milis Aremania sejagat
Sumber Photo :
0 komentar:
Posting Komentar