Aku tanamkan benih hidup, aku sirami dengan do’a. Tumbuh… tumbuhlah pohon kehidupan.
Mekar…mekarlah bunga harapan. Burung terbang menelan bintang, dingin mencekam menakutkan. Bunga-bunga api menari-nari. Waspada..! Waspadalah pancaroba..!
Hari baru telah datang, bunga-bunga masa depan.
Mekar…mekarlah bunga harapan. Burung terbang menelan bintang, dingin mencekam menakutkan. Bunga-bunga api menari-nari. Waspada..! Waspadalah pancaroba..!
Hari baru telah datang, bunga-bunga masa depan.
Telah datang perubahan, bintang-bintang anak jaman.
Aku pernah rasakan panasnya api, luka kakiku karenanya. Tapi aku tak takut dengannya. Karena dia aku anggap sebagai teman yang menyenangkan. Sepeti yang dikatakan sebagian orang "Kecil menjadi teman, Besar menjadi lawan" Karena aku membutuhkah, Ketika aku berjalan orang mencibirkan mulut, ketika aku bicara mereka tutup hidung, ketika itu aku tersinggung, aku masih peduli dengan nilai-nilai, maka aku akan datangi mereka dengan segunung api, sampai mereka lari ke ketiak ibunya, aku tak peduli marahku menjadi. Sampai mereka lari ke meja ayahnya, sampai aku tak mampu karena tenagaku terkuras. (Maaf Om, pembaca, ayahku yang meyadur tulisan ini dari syairnya Pak Dhe Iwan Fals Favouritnya) kita semua membutuhkan, aku bermain dengannya. Kalau dia menjadi lawan, itu mungkin karena kebodohan kita. Apalah arti panasnya api itu, kecuali membuatku sadar bahwa itu adalah resiko, resiko dari apa yang aku perbuat. Aku sadari itu, kita harus sadari itu. Bahwa apapun yang kita perbuat, kita pasti menerima resikonya, dan kita harus berani menerimannya. Bukan Begitu Om...? Tante...? Pak Dhe...? Budhe...? Maka Hati-hatilah...
0 komentar:
Posting Komentar