Anakku, jangan kau takuti api itu, bermainlah dengannya!!
Ayah melihatmu, rupanya kau senang bermain dengannya. Dengan segala sesuatu disekelilingmu yang bisa kau bakar saat itu. Lilin. kertas, plastic, dan apa saja yang bisa kau ambil, tumpukan sampah sekalipun. (Jangan sesuatu yang masih ayah anggap berharga dan kita masih butuhkan ya Nak….!!) Sesekali ayah melihat kau tersentak karena panasnya api menyentuh ujung jarimu, juga kakimu. Tapi toh itu tak membuat kau kapok apalagi takut, dan tak ada sedikitpun keinginanmu untuk berhenti meninggalkannya.
Kau semakin akrab saja dengan api itu. Meski kau sempat menangis karena benda yang kau bakar itu meleleh dan menempel di ujung jarimu yang tak bisa segera lepas, kemudian menetes di antara mata kakimu. Tapi tangisan itu sepertinya hanya sebentar, dan tak cukup menjadi alasan untuk berhenti bermain dengan api itu.
Maafkan ayah, anakku, ayah tak berusaha menolongmu waktu itu, justru ayah hanya melihat dan tertawa kecil melihat kau menangis menahan sakit dan berusaha melepaskan sendiri api yang mengenai anggota tubuhmu itu. Bukan ayah tak sayang, tapi ayah ingin kau mau dan berani menerima / menanggung resiko dari apa yang kau minta dan kau lakukan, dari pemainan yang sedang kau mainkan sendiri.
Kau memang anakku yang nomer satu. Sama persis apa yang kau mainkan dengan yang ayah mainkan ketika seusiamu. Ya, itulah ayah, itulah kau, itulah Kita. Berani bermain, berani beresiko. Semoga menjadi pembalajaran buatmu nak, bahwa apa yang kau lakukan, atas perbuatanmu, kesenangan atau apapun, dengan segala akibat dan resiko yang ada, kau harus berani dan bisa menghadapinya.
Selesai sudah permainanmu….
Ayah coba menghentikanmu, karena kau belum mengerjakan PR (Pekerjan Rumah) mu. Meski ayah tau kau belum puas dengan permainanmu itu, kau berharap nanti bisa bermain lagi. Baiklah anakku….
Ayo sekarang cuci tangan, cuci kaki, ganti pakaianmu yang kotor itu…. Untuk kemudian segera belajar menulis dan mengaji.
Oh, rupanya kakimu terluka dan sedikit melepuh karena api tadi, dari tetesan panas benda yang kau bakar tadi. Tapi kau tak menghiraukan lukamu itu, hanya saja kau tak mau ayah melihat dan menyentuh lukamu itu. Hmmm tak terlihat juga raut kesakitan diwajahmu, bahkan kau ingin segera kembali bermain dengan api itu, setelah belajar nanti. Iya…iya…nanti main lagi. Terserah Kau Nak….
Saatnya belajar…!!
Belajar sama ibu atau ayah..? kau memilih ibu untuk mendampingimu. Entah atas pertimbangan apa kau memilih ibumu untuk mendampingimu. Bukan soal, ayah atau ibumu sama saja. Sama sayangnya pada kau anakku, meski terkadang juga kau anggap jahat, karena ayah dan ibumu sering memukul dan memarahimu. Habis Kau bandel sihhh….tapi kau juga pintar kok.
Meski malam sudah semakin larut, dimana layaknya sudah waktunya untuk tidur bagi anak-anak seusiamu. Tapi tidak dengan kau, kau harus tetap belajar. Soal waktu, itulah kesalahanmu nak, atau juga kesalahan ayah dan ibumu. Kau lebih mendahulukan waktu bermainmu daripada belajarmu. Syukur, kau masih mau belajar, menulis dan mengaji. Meski kau ingin segera mengakhiri belajarmu, dengan sedikit berontak dan menangis (sudah pasti) karena kau masih ingin bermain api lagi.
Waktu belajar sudah selesai,
Kau ingin segera kembali bermain api lagi. Tapi ayah keberatan nak, sebab waktu sudah malam, kau sudah cuci kaki, cuci tangan dan ganti pakaian itu, harusnya kau berangkat tidur malam itu. “Jangan deh nak, besok aja lagi”. Tapi memang kalau sudah menjadi kemauanmu, ayah tak bisa bilang tidak, kalaupun ayah bilang “Tidak, Jangan, besok saja, ah kau tak bakal berhenti merengek. OK, dengan catatan tak boleh membakar sesuatu yang lain seperti sebelumnya, kecuali satu titik api dengan satu buah lilin. Coba berjanji sebelum bermain, Jabat jari kelingking tanda kau berjanji pada ayah untuk tidak membakar yang lain. “Iya, Davue berjanji” Baiklah, lilin sudah kita nyalakan, lampu PLN dimatikan, Kau terlihat ceria dan senang nak, bermain dan berteman dengan api kecil itu. Sambil nonton TV, Film Terminator 3, Kebetulan ada obyek pada film itu yang Kau Sangat Sukai, Mobil pemadam kebakaran, Penderek yang besar, Tronton. Wah bertambah ceria lagi kau Nak. Ayah juga senang melihat kau senang. Sampai akhirnya ayah ngantuk banget, dan rebahan didepan TV, sementara kau masih saja bermain dengan api kecil itu. Sampai akhirnya kau juga ngantuk sendiri dan mengajak ayah untuk berangkat Tidur. “Ayo tidur Yah….!” Ya segera saja ayah matikan TV dan berangkat tidur.
Waktunya Tidur…!
Pakai lotion anti nyamuk, baca Doa, (Do’a hendak tidur, doa untuk kedua Orang tua, do’a selamat, dan tak lupa Sholawat Nabi), Minta maaf pada ayah dan ibu, “Ibu, Davue Minta Maaf ya”, “Ayah, Davue Minta Maaf Ya”…. Ya, Ibu Juga Minta Maaf, Ayah juga minta maaf…. Selamat tidur sayang…….
Ayah melihatmu, rupanya kau senang bermain dengannya. Dengan segala sesuatu disekelilingmu yang bisa kau bakar saat itu. Lilin. kertas, plastic, dan apa saja yang bisa kau ambil, tumpukan sampah sekalipun. (Jangan sesuatu yang masih ayah anggap berharga dan kita masih butuhkan ya Nak….!!) Sesekali ayah melihat kau tersentak karena panasnya api menyentuh ujung jarimu, juga kakimu. Tapi toh itu tak membuat kau kapok apalagi takut, dan tak ada sedikitpun keinginanmu untuk berhenti meninggalkannya.
Kau semakin akrab saja dengan api itu. Meski kau sempat menangis karena benda yang kau bakar itu meleleh dan menempel di ujung jarimu yang tak bisa segera lepas, kemudian menetes di antara mata kakimu. Tapi tangisan itu sepertinya hanya sebentar, dan tak cukup menjadi alasan untuk berhenti bermain dengan api itu.
Maafkan ayah, anakku, ayah tak berusaha menolongmu waktu itu, justru ayah hanya melihat dan tertawa kecil melihat kau menangis menahan sakit dan berusaha melepaskan sendiri api yang mengenai anggota tubuhmu itu. Bukan ayah tak sayang, tapi ayah ingin kau mau dan berani menerima / menanggung resiko dari apa yang kau minta dan kau lakukan, dari pemainan yang sedang kau mainkan sendiri.
Kau memang anakku yang nomer satu. Sama persis apa yang kau mainkan dengan yang ayah mainkan ketika seusiamu. Ya, itulah ayah, itulah kau, itulah Kita. Berani bermain, berani beresiko. Semoga menjadi pembalajaran buatmu nak, bahwa apa yang kau lakukan, atas perbuatanmu, kesenangan atau apapun, dengan segala akibat dan resiko yang ada, kau harus berani dan bisa menghadapinya.
Selesai sudah permainanmu….
Ayah coba menghentikanmu, karena kau belum mengerjakan PR (Pekerjan Rumah) mu. Meski ayah tau kau belum puas dengan permainanmu itu, kau berharap nanti bisa bermain lagi. Baiklah anakku….
Ayo sekarang cuci tangan, cuci kaki, ganti pakaianmu yang kotor itu…. Untuk kemudian segera belajar menulis dan mengaji.
Oh, rupanya kakimu terluka dan sedikit melepuh karena api tadi, dari tetesan panas benda yang kau bakar tadi. Tapi kau tak menghiraukan lukamu itu, hanya saja kau tak mau ayah melihat dan menyentuh lukamu itu. Hmmm tak terlihat juga raut kesakitan diwajahmu, bahkan kau ingin segera kembali bermain dengan api itu, setelah belajar nanti. Iya…iya…nanti main lagi. Terserah Kau Nak….
Saatnya belajar…!!
Belajar sama ibu atau ayah..? kau memilih ibu untuk mendampingimu. Entah atas pertimbangan apa kau memilih ibumu untuk mendampingimu. Bukan soal, ayah atau ibumu sama saja. Sama sayangnya pada kau anakku, meski terkadang juga kau anggap jahat, karena ayah dan ibumu sering memukul dan memarahimu. Habis Kau bandel sihhh….tapi kau juga pintar kok.
Meski malam sudah semakin larut, dimana layaknya sudah waktunya untuk tidur bagi anak-anak seusiamu. Tapi tidak dengan kau, kau harus tetap belajar. Soal waktu, itulah kesalahanmu nak, atau juga kesalahan ayah dan ibumu. Kau lebih mendahulukan waktu bermainmu daripada belajarmu. Syukur, kau masih mau belajar, menulis dan mengaji. Meski kau ingin segera mengakhiri belajarmu, dengan sedikit berontak dan menangis (sudah pasti) karena kau masih ingin bermain api lagi.
Waktu belajar sudah selesai,
Kau ingin segera kembali bermain api lagi. Tapi ayah keberatan nak, sebab waktu sudah malam, kau sudah cuci kaki, cuci tangan dan ganti pakaian itu, harusnya kau berangkat tidur malam itu. “Jangan deh nak, besok aja lagi”. Tapi memang kalau sudah menjadi kemauanmu, ayah tak bisa bilang tidak, kalaupun ayah bilang “Tidak, Jangan, besok saja, ah kau tak bakal berhenti merengek. OK, dengan catatan tak boleh membakar sesuatu yang lain seperti sebelumnya, kecuali satu titik api dengan satu buah lilin. Coba berjanji sebelum bermain, Jabat jari kelingking tanda kau berjanji pada ayah untuk tidak membakar yang lain. “Iya, Davue berjanji” Baiklah, lilin sudah kita nyalakan, lampu PLN dimatikan, Kau terlihat ceria dan senang nak, bermain dan berteman dengan api kecil itu. Sambil nonton TV, Film Terminator 3, Kebetulan ada obyek pada film itu yang Kau Sangat Sukai, Mobil pemadam kebakaran, Penderek yang besar, Tronton. Wah bertambah ceria lagi kau Nak. Ayah juga senang melihat kau senang. Sampai akhirnya ayah ngantuk banget, dan rebahan didepan TV, sementara kau masih saja bermain dengan api kecil itu. Sampai akhirnya kau juga ngantuk sendiri dan mengajak ayah untuk berangkat Tidur. “Ayo tidur Yah….!” Ya segera saja ayah matikan TV dan berangkat tidur.
Waktunya Tidur…!
Pakai lotion anti nyamuk, baca Doa, (Do’a hendak tidur, doa untuk kedua Orang tua, do’a selamat, dan tak lupa Sholawat Nabi), Minta maaf pada ayah dan ibu, “Ibu, Davue Minta Maaf ya”, “Ayah, Davue Minta Maaf Ya”…. Ya, Ibu Juga Minta Maaf, Ayah juga minta maaf…. Selamat tidur sayang…….